Showing posts with label Waralaba. Show all posts
Showing posts with label Waralaba. Show all posts

Entrepreneur Tidak Boleh Takut Gagal


Aditya Fajar Rumah Yogurt, demi cinta berbisnis keluar kota pun jadi

Entrepreneur terkadang bekerja menurut insting yang terkadang diluar logika, serta tidak bisa disalahkan. Beberapa, mereka memilih modal nekat berbisnis. Rupanya hal tersebut berlaku bagi Aditya Fajar, ia rela keluar dari kantor dan memilih menjadi entrepreneur. Atas nama cinta, Aditya memilih pindah dari Jakarta menuju Bandung, Jawa Barat, dan memulai bisnis dengan istrinya. Ia memilih berdekatan dengan Tarie di Bandung. Dia memilih berbisnis yogurt dengan kegagalan yang mengikuti.

Membuat yogurt, Aditya beserta istrinya, Tarie, mengalami kesulitan awalnya. Tidak sembarangan, Yogurt sangat sulit dalam pembuatannya. Jika tidak hati- hati, maka Yogurt hanya akan menjadi penyakit bukan kesehatan. Tarie mengaku memulai dengan belajar dari seorang teman asal Prancis. Ia sering gagal membuat yogurt pada awalnya. Saat ini, Aditya berlaku sebagai marketing dan Tarie bekerja membantu membuat. Yogurt tersebut kemudian dibari nama Delicieux. 

Produk yogurt kemudian dipasarkan ke beberapa toko. Aditya menggunakan sistem bagi untung. Palan tapi pasti, yogurt Delicieux mulai disukai hingga permintaan bertambah. Tatapi, apa dikata, hasil penjualanya kurang dari biaya operasional yang harus dikeluarkan. "Tahun 2009, saya dan istri saya pindah ke Jakarta. Bukan hanya itu, saya pun membawa bisnis itu ke Jakarta dari Bandung."

Kebangkrutan tidak membuat semuanya berhenti. Aditya justru memutuskan keluar dari pekerjaan, alasnya ingin lebih fokus pada bisnis. Hasilnya? bisnisnya berhasil dengan menjual secara sendiri, dia mendirikan sebuah toko kecil. Bisnis yogurt ia lakukan hanya dengan modal 2 juta rupiah sebagai usaha dari nol. Kini, bisnisnya telah beromset 6 juta dari beberapa bulan berjualan. 

Yogurt Delicieux dikerjakan secara home industri. Mereka mengerjakan di rumah sekitar 150 cup per- hari. Mereka memasarkan dari rumah, kantor, hingga toko- toko. Dia juga bisa mengerjakannya sambil tiduran, ucapanya bercanda ketika mengingat usahanya kini. Bukan kegagalan lagi, ketika memutuskan untuk fokus, Aditya Fajar berhasil mebangun dan menjual lagi secara mandiri. Tiap cupnya dijual untuk Rp6.000, tidak terlalu mahal.   

Warung Spesial Sambal, Memulai Bisnis dari Kesempatan


Melihat, mempelajari dan menerapkan ide bisnis ala Yoyok Heri Wahyono

Orang Indonesia tidak bisa jauh dari yang namanya sambal. Di berbagai daerah, kita akan menemukan cita rasa sambal yang berbeda, dan dari sinilah; ide bisnis muncul. Yoyok Heri Wahyono melihat hal tersebut dengan jelas. Spesial Sambal, apa yang membuatnya menarik di tangan Yoyok? ia memilih mencari resep untuk berbagai sambal. Dia mencari 29 jenis sambal dari penjuru Indonesia. Hasilnya? Spesial Sambal nya digemari para pecinta pedas.

Pada tahun 2002, Yoyok masih berkutat dengan segala sesuatu tentang event organizer. Usahanya di bidang event organizer, membuatnya terjebak dalam ketidak pastian. Tidak setiap hari ia harus menyiapkan sebuah acara. Dan, dari sana, Yoyo hanya mendapatkan hasil yang kecil. Di tahun itu juga, ia dan kelima temanya memilih bisnis kuliner dengan aspek menjual lebih besar. Mengusung nama Spesial Sambal, enam sekawan kemudian membangun warung tenda kaki lima di Jl. Kaliurang (tepatnya di sebelah barat Graha Sabha Pramana, UGM). Spesial Sambal hadir ditengah masyarakat sebagai spesialis sambal.

Spesial Sambal menawarkan berbagai macam sambal sebagai usaha. Ini merupakan nilai lebih mereka. Spesial Sambal tidak menghadirkan sebuah eksperimen, tetapi memberikan sambal sepenuhnya. Dalam waktu 6 bulan, alumnus Teknik Kimia, UGM tersebut berani membuka cabang Waroeng SS. Bahkan tidak lama, ia sudah memapu membuka beberapa jcbang lagi. Besarnya animo masyarakat membuat Yoyo lebih percaya diri. Dia getol melalukan ekspansi sebelum banyak pesaing yang bermunculan. 

Yoyo juga membuka prospek waralaba. Ini akan memastikan konsepnya tidak ditiru, ditambah menguasai pasar sambal. Ia berhasil hingga usaha dangan lambang SS tersebut menjadi bisnis waralaba yang besar. Terbukti, melalui entrepreneurship kuat, Spesial Sambal  berhasil membuak 40 gerai yang tersebar di berbagai dearah. Itu meliputi Yogyakarta, Solo, Semarang, Malang, Kediri, Bandung, Jakarta, Depok, Cirebon hingga Pekanbaru.

Tak heran jika julukan Mr. Huuh- Haah tersematkan kepadanya. Yoyo Heri Wahyono melalui bisnisnya, Spesial Sambal mampu mengambil waktu yang tepat. Jika lengah sedikit, kami bisa pastikan usahnya tidak akan tumbuh. Ini bukan hanya masalah kemampuan membangun tetapi juga ekspansi.   

CEO Es Teler 77 Berbisnis Waralaba hingga Keluar Negeri


Kisah sukses Es Teler 77,  sebagai beberapa waralaba yang berhasil go international

Tidak banyak waralaba yang berhasil mempertahankan citranya, apalagi sampai keluar negeri. Sebut saja Es Teler 77, merek dagang yang didirikan oleh Sukyatno Nugroho atau Hoo Tjie Kiat mencoba membuat es teler. Dia terinspirasi menjadi entrepreneur dari ibu mertuanya, ibu Murniati Widjaja, yang menang lomba es teler. Ini bukanlah bisnis pertamanya, ia sebelumnya pernah memulai bisnis lain, seperti jual beli tanah, makelar SIM, pemborong bangunan dan bisnis salon. Hasilnya, ia harus merelakan semuanya gagal ditengah jalan.


Sukyatno benar- benar fokus dengan bisnis Es Teler 77. Ia sudah merasa cukup dengan semua kegagalan bisnis sebelumnya. Nama 77 diambil dengan alasan mudah dingat oleh pembeli. Sedangkan, Es Teler sendiri merupakan bisnis utamanya. Pilihan tersebut tepat, Dia memilih nama yang mudah diingat ditambah rasa yang memang enak. Pembeli berubah pelanggan, Es Teler 77 nya laris manis diterima semua lapisan masyarakat.

Dengan mulai dikenalnya Es Teler 77, pada tahun 2007, Sukyatno harus kembali ke Tuhan Yang Maha Esa. Melalui PT. Top Food Indonesia, Andrew Nugroho yang juga anak dari Sukyatno, memilih mengembangkan merek Es Teler 77 dan berhasil. Sekalipun bisnis waralaba mulai menggeliat, Andrew tetap fokus dengan branding. Ia mencoba mempertahankan kualitas produknya dengan beberapa inovasi. Es Teler 77 mulai memperkenalkan makanan pendamping, seperti gado- gado, rujak, mie kangkung, dan nasi gorung kangkung. Ia mengaku menu tradisional merupakan andalan dan sesuai dengan merek esnya. 

Disamping loyalitas yang ingin dijaga, Andrew melakukan branding dengan gerai- gerai baru. Ia bahkan menggunakan sistem membership. Sistem tersebut dinilai efektif dengan diskon untuk member. Fungsinya? pelanggan sulit beralih dari Es Teler 77. Kini, Es Teler 77 sudah memiliki lebih dari 180 gerai waralaba yang tersebar di seluruh Indonesia. Lainnya, Es Teler 77 sampai menuju keluar negeri hingga Singapura, Malaysia, dan Australia. Es Teler 77 juga sedang menarget pasar Arab Saudi, Jeddah, dan India.  

Usaha Kedai Digital Memberi Jalan Menjadi Jutawan


Entrepreneur asal Yogyakarta, Septuari Sigiharto bagaimana menemukan sebuah waralaba

Saptuari Sigiharto tak menyangka usahnya sebagai entrepreneur tahan banting berhasil manis. Dia adalah entrepreneur muda asal Yogyakarta. Kiprahnya sebagai entrepreneur telah diakui dengan menang runner- up wirausahawan mandiri 2007, ia melalui kedai digital berhasil menjadi waralaba populer. Konsepnya mudah, Kedai Digital, nama perusahaanya, menjual berbagai hasil digital berbentuk aksesoris.

Keberhasilanya tergantung dari tahan banting dan kerja keras. Dimulai sejak kuliah di Gajah Mada, Saptuari menjalankan berbagai usaha dan pekerjaan, diantaranya sebuah event organizer, radio swasta, perusahaan rokok dan perusahaan komunikasi. Tidak berhenti disitu, dia dengan pengalaman sebagai pekerja kantoran  membulatkan tekat untuk berbisnis. Ia memilih usaha ayam kampung kala itu dan stiker. Dari keduanya, Saptuari mengaku gagal, tetapi dari stiker; bisnis digital muncul.

Saptuari kala itu kaget dengan antusias masyarakat dengan gambar artis yang diprint. Ini merupakan sebuah ide bisnis, ia berpikir padahal setiap orang bisa membuatnya sendiri tetapi memilih membeli. Dari hal kecil itu, Saptuari beralih dari cetak stiker ke cetak digital dengan konsep merchandise. Bermodal 28 juta, tanggal 28 Maret 2005, ia membuka kios kecil ukuran 2x7 meter di JL. Cendrawasih 3C Demangan Baru dan diberi nama kedai digital. 

Awalnya usahanya hanya membuat mug saja, tetapi antusias masyarakat membuatnya berusaha keras. Kedai Digital mulai membuat produk lain, seperti T- Shirt, pin, gantungan kunci, jam, mouse pad, foto, poster keramik, bahkan kalender dan banner. Kedai Digital melayani berdasarkan permintaan konsumen seperti apa yang akan mereka print. Respon masyarakat terhadap usaha Kedai Digital terus naik sejalan dengan omset. Awalnya, Kedai Digital hanya memiliki 3 karyawan manjadi 150 karyawan, semuanya tersebar di 40 cabang di berbagai kota.

Dengan usaha keras, pria 30 tahun tersebut berhasil dengan bisnis waralaba Kedai Digital. Omsetnya? miliaran rupiah. Ia meyakinkan bahwa usahanya juga membantu para pemuda untuk menjadi entrepreneur. Ini lebih baik daripada mereka berdemo atau tawuran. Mereka harus memikirkan dirinya untuk sekarang bukan lagi sibuk di jalan terutama bagi yang menunggu wisuda.

Passion Pendidikan Membawa Untung bagi Pierre Sanjaya


Profil Pierre Sanjaya CEO Stella Maris, sekolah internation pencetak murid berprestasi

Bisnis pendidikan menjadi salah satu usaha yang menjanjikan. Salah satu entrepreneur yang berhasil melalui bisnis tersebut, Pierre Sanjaya, seorang entreprenuer pendidikan membangun Stella Maris sekolah bertaraf international. Apa itu Stella Maris? Stella Maris merupakan sekolah pendidikan yang mengelola TK (taman kanak- kanak) hingga sekolah menengah atas (SMA). Sekarang, Stella Maris telah memiliki dua sekolah sendiri hingga dua sekolah untuk waralaba. Di tahun 2010 saja, sekolah yang didirikan Pierre berhasil menghasilkan omset hingga Rp.100 miliar.

Stella Maris bukanlah milik Pierre seutuhnya. Sekolah tersebut mulanya merupakan hasil pemikiran ibunya. Sebelumnya, sekolah tersebut didirikan dengan nama Stella, hingga Pierre kemudian mengambil alih posisi direktur. Pierre yang tau akan konsep sekolah modern memilih mengembangkan sekolah menjadi waralaba. Hasilnya, Pierre berhasil memiliki waralaba yang kuat dengan nama Stella Marris.

Pierre yakin dengan pendidikan sebagai sebuah urgency. Orang tuanya mendidik Pierre kecil dengan prinsip mementingkan pendidikan. Hingga menjadi entrepreneur, ia justru memilih meneruskan usaha pendidikan ibunya bukan membuka usaha baru di bidang non- pendidikan. Usaha lain yang dikembangkannya juga termasuk sekolah karakter tetapi masih dalam lingkup pendidikan. Dia memilih nama lain untuk ini, karena sekolah tersebut merupakan manifestasi idenya sendiri. Ia memberi nama Asia One Consulting dan Success Academy Indonesia, keduanya fokus di pendidikan karakter, karier, hingga konsultasi. 

"Sekolah yang datang untuk konsultasi cukup banyak. Dari 2010 hingga sekarang, sudah ada 20 sekolah," terangnya mengenai bisnis konsultasi.

Pria kelahiran Jakarta, 1 September 1979, mengaku tau betul bagaimana ibunya mencoba memberikan sekolah yang baik melalui Stella Maris. Ibunya membangun sekolah tersebut untuk anak- anak yatim. Pierre menjelaskan, ia juga ikut membantu ibunya dengan promosi sekolah. Membagi brosur merupakan pekerjaanya ketika masih sekolah menengah. Setalah lulus Bina Nusantara, Pierre yang mengambil jurusan akuntansi, ikut terjuna di usaha ibunya mengurus Stella Maris. Hingga 2007, ia memilih jalan lain sebagai programmer, hingga kembali untuk menjalankan Stella Maris setelah rampung  S2 di Pelita Harapan.

Tahun 2004, sekolah Stella menggunakan sertifikat ISO 90001:2000. Ia melakukan studi banding hingga Singapura dan Australia. Pierre kemudian menggunakan sistem International Baccalaureate (IB) serta kurikulum Cambridge yang menitikberatkan kemampuan akademik. Sekolah Stella sudah memiliki sekitar 2.500 siswa. Pierre yang sukses dengan sekolahnya mulai melakukan ekspansi. Tetapi, tidak semudah yang dibayangkan untuk menghimpun modal adalah sesuatu yang lain. Beberapa bank menolak proposal Pierre berkali- kali. Hingga akhirnya, sebuah bank swasta akhirnya setuju untuk memberikan modal

Selain bisnis pendidikan, sekarang, Pierre Sanjaya memilki bisnis lain. Dia memiliki bisnis leasing sepeda motor besar dan penjualan Villa di Bali. Mungkin, Pierre telah yakin dengan bisnis pendidikannya, hingga dia ingin menyiptakan usaha baru untuk membuka lapangan pekerjaan yang lebih luas.

Entrepreneur Pendidikan dengan TK Alifa Kids; sebuah Pelajaran Formal dan Sikap


Sukses Rahmi Salviviani memulai usahan waralabanya

Sejak 2008, Vivi sudah tau benar begaimana bisnis pendidikan bekerja. Dia, entrepreneur wanita yang memiliki visinya tersendiri. Awalnya, Rahmi Salviviani (30) hanya memilih mengerjakan merek waralaba lokal. Dia berhasil dengan caranya sendiri hingga memiliki dua sekolahan waralaba. Tetapi, visinya mendorong Vivi untuk berbuat lebih. 

Vivi memilih membuat merek waralabanya sendiri. Berbekal niat baik, dia ingin membantu kehidupan keluarganya tanpa mengacuhkan sang anak. Dia kemudian membangun merek Alifa Kids. Bisnisnya berhasil, 350 siswa telah terdaftar di sekolah yang telah ia bangun.

Vivi mengaku ingin  sekali produktif dengan tetap membangun hubungan antara ibu dan anak. Melalui Alifa Kids, Vivi bisa menjaga anaknya dalam pengamatan sambil menjalankan bisnisnya. Dia mengaku bermaksud membantu orang tua lainnya berkerja, dan tetap mampu memperhatikan anak mereka. Alifa Kids bekerja membantu pengembangan potensi anak serta orang tua. Ia yakin bahwa anak usia dini merupakan jalan termudah pembentukan karakter. Dia yakin malalui Alifa Kids, mereka bisa membangun bukan hanya IQ tetapi kemampuan lain. Vivis sendiri secara pribadi yakin 80% nilai manusia terletak di prilakunya.

Alifa Kids memungut biaya bulanan sekitar Rp.375.000 salama separuh hari, sedangkan sehari penuh biayanya Rp.800.000. Alifa Kids juga memungut biaya tahunan Rp4- 5 juta. Bagaimana dengan SDM? Alifa Kids memiliki menejemen tersendiri untuk menangani hal tersebut. Mereka fokus melatih para gurunya agar mengerti visi sekolah. Pasalnya, bisnis pendidikan merupakan bisnis berbasis manusia jadi setiap manusia memiliki sudut pandang berbeda. Mereka harus mampu memberikan pengajar dan palajaran yang baik, tetapi menjunjung visi Alifa Kids.

Vivi mengatakan bukan hanya masalah akademis yang menjadi sorotan. Bisnisnya fokus juga untuk aspek spiritual dan emosional. "Pembentukan spiritual dan emosional harus dimulai sejak dini," ucapnya. Sukses dengan bisnis TK, Vivi sekerang mulai fokus visi entrepreneurnya. Dia menginginkan bisnisnya mampu memasuki pasar Sekolah Dasar. Ia berencana mendirikan sekolah baru di Pekanbaru. Sedangkan untuk Alifa Kids, dirinya berharap bisnis tersebut akan merambah ke seluruh Indonesia.

Seorang entrepreneur bukan hanya soal membangun bisnis. Rahmi Selvivina memberikan aspek lain, ia mengaku melalui bisnis pendidikan akan memberikan perubahaan. Ya, dengan pendidikan akan membantu membentuk masyarakat yang cerdas secara intelektual, spiritual, dan emosinya. Vivi tidak tergesa untuk berekspansi. Dia memang ingin bisnisnya mencangkup seluruh Indonesia dan membantu masyarakat. Tetapi, bagi entrepreneur niat baik juga tidak cukup butuh kehati- hatian.

"Godaan untuk masuk ke sektor usaha lainnya sering menjadi racun bagi sebagian besar entrepreneur terutama pemula," ucapnya mengenai ekspansi. Sebuah bisnis tak jarang menemui kehancuran di tengah jalan karena kurangnya kekuatan. "Makanya, bisnis itu tidak serba instan, semua butuh waktu."

Sejak 2002, Vivi juga masuk pengurus komunitas pengusaha baru di Pekanbaru. Ia seringa mengadakan mentoring untuk entrepreneur muda. Harapannya cuma satu, dia ingin berbagi pengalaman dan kesuksesan dengan para entrepreneur muda. Komunitas yang ia urusi juga memberikan pengalaman baru baginya dan para entrepreneur muda. Mereka sering mengundang pembicara dari luar kota.

Sukses Usaha Pendidikan SSC, Berawal dari Pengalaman



Sony Sugema sukses usaha bimbel sukses dengan metode mengajar SSC

Bisnis pendidikan bak rumput ditepi sungai, mereka mencoba mencari celah untuk menjadi entrepreneur dan pebisnis pendidikan. Beberapa, mereka memilih berbondong- bondong dengan modal "nekat" maju hingga gagal. Tak jarang mereka harus menerima kenyataan pahit bahwa bisnisnya mengalami stuck (berhenti.red). Ya, pamain di bisnis pendidikan mulai menjamur seperti halnya bisnis makanan. Mereka para entrepreneur mencoba memberikan pelayanan pendidikan terbaik.

Sony Sugema merupakan contoh pebisnis ulung di bidang pendidikan. Pria lulusan SMA Negeri Bandung, memulai semuanya hanya dari les privat. Dia memberikan les untuk setiap teman- temanya denga biaya Rp. 5000. Dan, uang tersebut merupakan bekalnya mengetahui seluk beluk mendidik. Setelah lulus kuliah di ITB, Sony memilih untuk melanjutkan apa yang telah dimulai bukan mencari pekerjaan. Pada tahun 1990, Sony secara resmi membuka lembaga pendidikan pertamanya. Dengan Rp.1,5 juta, Sony hanya menyewa sebuah ruangan belajar serta membayar mentor untuk mengajar. 

Pada awalnya, bisnis Sony tidak berjalan baik seperti halnya bisnis lain. Tetapi, ia memilih untuk tetap fokus berbisnis dan memberikan bimbingan insentif ujian masuk perguruan tinggi. Dia berbekal pengalaman masuk ke ITB, jurusan mesin, Sony memberika solusi yang nyata tanpa memberikan harapan. Sony sadar betul perlu sebuah metode khusus untuk membantu siswa. Ia menganggap setiap siswa memiliki kesulitannya masing masing.

Sony mengembangkan metode fastest solution dan learning is fun. Dia menciptakan SSC, sebuah lembaga pendidikan yang terjamin kualitasnya. SSC mencoba tampil terdepan sebagai binis pendidikan sebagai permulaan. Mereka menggunakan metode untuk membantu siswa menyelesaikan soal dengan mudah dan bersemangat. Keberhasilan SSC terbukti dengan suksesnya pera siswa di pendidikannya. Dari mulut ke mulut, SSC berubah menjadi lambaga yang dipercaya, handal, dan profesional.

Akhir tahun 1991, Sony bertekat mengembangkan bisnis melalui cabang di Jakarta. Moment tersebutlah yang merubah SSC sepenuhnya. SSC berhasil menunjukan bahwa mereka entrepreneur sejati melalui metodenya. Mereka berhasil memasuki Jakarta, SSC semakin diperhitungkan untuk masuk ke wilayah lain. Tak ayal, dua puluh tahu berlalu, Sony Sugema dan SSC berhasil membangun empat perusahaan dibidang pendidikan

Apa yang kita pelajari? ekspansi bukanlah hal yang tabu, selama hal tersebut membantu orang banyak. Coba bayangkan berapa masyarakat terbantu dan mendapat pekerjaan. Tetapi perlu diingat, bisnis pendidikan memiliki resiko tersendiri jika entrepreneur tidak membangun metodenya. Entrepreneur harus juga berani bertanggung jawab atas gagalnya murid bukan soal omset puluhan juta rupiah.

Ide Bisnis dari Si Kecil Berbuah Manis

Kisah sukses waralaba TK Islam Ismi oleh Senita Jaya

Berawal dari diri susahnya mencari sekolah untuk si kecil. Dia merasakan betul susahnya masuk TK saat itu. Alasannya simple, anak Senita terlalu kecil untuk memulai TK. Tidak mau terus kecewa, ia memilih memulai sekolahnya sendiri. Senita membuka bisnis pendidikan pertamanya.

Hampir lelah mencari sekolah untuk anaknya kesana kemari. Senita justru menemukan jalannya dari sebuah brosur di pintu angkot yang ditumpanginya. Sebuah brosur tentang TK Islami, dan ketika dia mendatangi tempat tersebut; itu tidak lebih dari sebuah halaman yang disulap menjadi taman kanak- kanak. TK Islami tersebut dibangun di pekarangan sebuah rumah sebagai bisnis rumahan. Maski kurang fasilitas, sekolah tersebut menyampaikan program yang baik dan Sanita bisa menerima anaknya di sana.

Ini seperti kilatan, Senita tau betul bagaimana sebuah pendidikan informal butuh biaya besar. Ternyata, dia menemukan pendidikan bisa menjadi usaha yang menjanjikan. Dia harus memulai bisnis tersebut, itung- itung membantu orang tua dan anaknya yang dibawah umur. Sejak 2005, dia mulai mecicil modal usaha untuk membangun taman bermain. Dia selalu menyisikan uang yang diberikan suaminya sebagai belanja. Lambat laun sebuah sekolah mulai tercipta dengan biayanya sendiri walau baru kursi, meja, dan mainan anak- anak.

Meski kedua orang tuanya melihat bisnis ini tidak akan berjalan. Dia tetap meneruskan dengan bermodal halaman depan rumah orang tuanya. "Tak selalu diterima, brosur saya seringa ditolak mentah- mentah. Walau begitu saya tetap semangat," ingatnya di awal bisnis. Lambat laun, persepsi positif tumbuh dan jumlah murid Senita mencapai 185 murid untuk sekolah yang ia dirikan. Dia mengakui untuk semuanya butuh uang dan kerja keras. Dia mengaku awalnya biaya masuk  untuk belajar hanya sebesar Rp.600- 800 ribu bagi murid Play Group dan TK dengan SPP Rp.75.000.

Saat ini, Sanita menerapkan biaya yang lebih tinggi dengan uang masuk Rp.2,4 juta untuk TK, dan untuk PG sebesar Rp.2,2 juta. Sedangkan SPP, TK dikenakan biaya Rp.200 ribu dan PG sebesar $175 ribu. Apa tidak terlalu mahal? tentu tidak, Sanita harus benar- benar memilih guru yang tepat serta program yang mumpuni. Dia dibantu oleh 23 guru yang sebelumnya hanya sendiri mengembangkan bisnisnya ke level lebih tinggi. Bagaimana dengan tempat? Sanita tetap mempertahankan rumah orang tuanya dengan fasilitas yang lebih baik. Lainnya, dia sudah memiliki beberapa cabang resmi di beberapa kota. 

"Saya sempat usaha jagung manis, tetapi tidak saya lanjutkan. Saya memilih lebih fokus untuk bisnis PG dan TK. Ini juga saya merencanakan sekolah alam. Mereka akan bermain dan berlajar dengan alam."

Sebelum jagung manis, Senita mengaku ada usaha lain tetapi gagal. Dia pernah menjual obat herbal hingga kerudung. Sejak kuliah di Fakultas Pertanian Unmul, dia hobi untuk membuat pakain islami. Dia mengaku semuaya terjadi tiba- tiba kerena di memang menginginkan sekolah bagi anaknya. Senita Jaya mengaku sekolahnya mengantongi omset puluhan juta perbulan.

Bisnis memang seharusnya berawal dari apa yang kita pikirkan, inginkan, dan temukan.