Arsanesia,Game Entreprenur Asli Indonesia


Kebangkitan game asli Indonesia mencoba menembus pasar dunia

Dari proyek kuliah, Arsanesia, perusahaan game asli Indonesia diprakarsai oleh 5 orang mahasiswa ITB; Ihwan Adam Ardisasmita, Dea Renata Vania, Khairul Annas, M. Hazki Hariowibowo, dan M. Ikhsandana Siregar tumbuh menjadi bisnis serius.

Dari obrolan iseng, perusahaan yang merupakan sambilan dan tugas kuliah mendadak haru berkutit dengan kerasnya jadwal kerja. Tanpa disangka, dengan kemauan keras serta kreatifitis tinggi mengikuti. Mereka menjalankan Arsanesia sebagai perusahaan resmi. Dengan mengusung visi mereka sendiri: "Menjadi perusahaan digital entertainment terbesar di Indonesia yang memelihara dan memperkenalkan budaya Indonesia kepada dunia." Arsanesia memulai perjalanan panjangnya mewujudkan visinya diantara perusahaan game asing yang masuk.

Ikut kontest business plan hingga menang acara pemeran

Mereka setuju proyek kampus mereka ke jenjang lebih serius. Pada 2 April 2011, mereka berkumpul kembali untuk membuat sebuah business plan. Dari tanggal itu pula, lahirlah Arsanesia. Aranesia merupakan nama yang berasal dari dua bahasa berbeda. Arsa bahasa Sansekerta yang berarti kesenangan, sedangkan nesia berasal dari bahasa Yunani berarti pulau.

Arsanesia memasukan business plan mereka ke sebuah acara di Bandung. Bandung Festival Night yang diadakan oleh East Venture, sebuah perusahaan venture capital asal Singapura. Tim Arsanesia berhasil masuk ke 10 besar dab berkesempatan bertemu investor. Dari sanalah, mereka memulia start- up sebagai bisnis sebenarnya berharap keberuntungan mengikuti.

Pertama start- up, bisa dibilang perusahaan yang hanya sekedar obrolan iseng berubah benar- benar serius. Dimulai dari kampus ke kampus, mereka membuka kantor di sana bukan hanya itu dengan jadwal kuliah yang berbeda; sulit memulai membuat. Di awal, mereka memilih kampus sebagai kantor mereka; tidak cukup bagus tetapi lebih baik daripada tidak ada. Di Desember, Arsanesia resmi ngantor di pekantoran tentu hasil patungan di daerah Sukajadi. Mereka fokus dengan bekerja di kantor untuk sekedar membayar hutang. Hasilnya? lumayan, semuanya mulai berjalan baik selanjutnya.

Di pameran Communicasia 2011, Arsanesia mengeluarkan game terbaiknya untuk ajang besar Singapura. Mereka memperkenalkan Gamelan Player. Game telephon genggam yang memungkinkan orang mendengar suara merdu gamelan serta memainkannya sendiri. Game yang kemudian mendapatkan skor 4 dari 1-5 yang berarti bahwa game tersebut telah memenuhi harapan. Gamelan Player menjadi merek dengan pengunduh besar, 33 ribu pengunduh di awal peluncuran.

Berubah besar seiring waktu

"Kami ingin menyajikan kembali kekayaan Indonesia melalui media yang menyenangkan," ujar Adam Ardisasmita CEO Arsanesia serta Vice President of Nokia Indonesia Community Enthusiasts (NICE). "Di era digital seperti ini, sulit mengajak anak- anak kecil untuk menonton wayang kulit atau teater, karena itulah Arsanesia dibuat untuk menjaga kekayaan budaya Indonesia dari kepunahan melalui game."

Melalui berbagai jalan, seperti Apple App Store, Google Play, Windows Market Place, Nokia OVI Store, diharapkan terjadi persaingan terbuka bagi merek lokal. Arsanesia yang mengusung budaya saat ini memiliki beberapa game unggulan untuk dijual; seperti Gamelan Player, Si Pitung, Temple Rush Prambanan, Wago Warrior, Slapillar, Little Lea dan Flipallago. Mereka berhasil membuat dunia melihat Indonesi terbukti dari jumlah pengunduh.

Hingga sekarang, game buatan perusahaan ini diunduh oleh banyak negara. Persentasenya dari India sebesar 26%, Indonesia 15 %, Thailand 10%, Filipina 10%, dan Malaysia 10%. Sisanya,Vietnam, Pakistan, Italia, Brazil, Mexico, Russia, Finlandia, Arab Saudi, Jerman, Turki, Mesir sebesar 1-2 persen. 

Gamenya memang baru dijangkau produk Nokia. Namun, khusus Temple Prambanan telah tersedia di Google Play. "Kami juga sedang mengurus ijin memasukan aplikasi kami ke Apple Store," ucap Adam. Lebih lanjut, Arsanesia dikabarkan mengembangkan game baru berkolaborasi dengan pencipta komik serta perusahaan chip nomor satu di dunia. Mereka, lima anak muda asal ITB, berharap adanya tempat bagi Indonesia seperti Disney Land dengan karakter lokal.