Kisah Perjalanan Bisnis Bos Group Astra International


Profil Theodore Rachmat CEO PT. Triple A Jaya bagaimana menjadi triple- entrepreneur

Nama panjangnya, Theodore Permadi Rachmat, atau dikenal sebagai Theodore Rachmat. Lahir tahun 1943, dan merupakan lulusan dari Institut Teknologi Bandung, jurusan teknik mesin. Ia masih satu angkatan dengan sesama jajaran eksekutif di Astra International, seperti  Benny Subianto dan Subagio Wiryoatmodjo secara langsung. Ia sendiri merupakan keponakan dari seorang William Soeryadjaya, CEO Astra International.

Awalnya, ia lebih memilih berbisnis tanpa bantuan pamanya sama sekali. Tahun 1970, Theodore bekerja sama dengan Benecditus Rahmat, kakanya, membangun sebuah perusahaan konstruksi di bawah bendera PT. Porta Nigra. Perusahaan tersebut cukup berkembang dibawah menejemen dua orang. Tetapi akhirnya, dia harus berurusan dengan Group Astra, dan melalui Allis Chalmers Astra, bekerja sebagai selesman alat- alat berat. Berkat kerja kerasnya, Theodore pun terpilih sebagai president direktur PT. Astra International dari tahun 1972- 1998, walaupun keluarga William Soeryadjaya tidak lagi aktif. Ia sempat beristirahat hingga dua tahun, dan Theodore harus kembali ke PT. Astra International sebagai pucuk pimpinan kembali.

Theodore sendiri memiliki bagian dari Group Astra sekita 5%, dan bukan karena faktor keluarga tetapi kemampuanya mengembangka anak bisnis Group Astra International. Perlu diketahui, semua komisaris di Astra, seperti Benny Subianto, Hugianto Kumal, Subagio Wiryoatmodjo juga mendapatkan bagian yang saham untuk Group Astra International, dengan nilai 1-5%. Melalui pola tersebut, setidaknya dari tahun 1972, Theodore juga memiliki 1% dari PT. Surya Semesta Internusa. Tbk. Setahun kemudian, ia mendirikan perusahaan dibidang investasi PT. Windu Nusantara yang kemudian mendirikan lima anak perusahaan (PT Mutiara Samudera Lines, PT Kayaba Indonesia, PT Traktor Nusantara, PT Sinar Abadi Cemerlang dan PT Cipta Piranti Tehnik)

Theodore juga ikut andil di PT. Sunrise Garden dengan 2% kepemilikan, perusahaan yang mengembangkan perumahan Sunrise Garden di Jakarta Barat, kemudian 1,5% untuk PT. Emporium Lumber. Bersama paman- pamannya (William Soeryadjaya, almarhum Tjia Kian Tie dan Benyamin Arman Suriadjaya) dan almarhum Masagung, memiliki nilai saham 10% untuk PT Inter Delta Tbk, perusahaan peralatan foto merk Kodak.

PT. Triple A Jaya, ia dirikan dengan maksud mewakili kepemilikan pribadi. Dari sini, dia memiliki ke khususan untuk setiap unit usaha di bawah bendera Astra Group. Hal tersebut terkait pembangunan dua unit perusahaan baru  dan akuisisi 17 perusahaan. Dan, dia juga menargetkan beberapa unit perusahaan baru. Seperti kepemilikannya akan PT. Aneka Komkar Utama (pabrik sarung tangan karet di Tangerang), PT Suryaraya Wahana (akan membangun pabrik pulp di Kalimantan Timur), PT Concretindo Rejeki (pabrik readymix concrete di Cirebon), PT. Inkoasku (pabrik wheel rim di Jakarta), dan lain-lain. Seluruhnya merupakan bagian dari PT. Triple A Jaya , ada sekitar 19 perusahaan anak dan 21 perusahaan cucu. Tidak semuanya bertahan, karena beberapa telah di divestasi hingga dimergerkan (10 divestasi, dan 8 merger).

Jika dilihat dari jumlahnya, kita mungkin menyimpulkan sulitnya mengatur semua. Bahkan, ketika itu, istrinya juga ikut ambil bagian dari usaha pribadinya. Like Rani Imanto, istrinya, memiliki inevstasi pribadi di PT Delta Exim yang setahun kemudian mendirikan perusahaan kontruksi PT Delta Sarana Indonesia. Tercatat seluruhnya ada 14 perusahaan yang pendirian dan penyertaan awalnya terkait dengannya. Tujuh perusahaan perkebunan kelapa sawit (PTTunggal Perkasa Plantations, PT Sari Aditya Loka, PT Karya Tanah Subur, PT Sari Lembah Subur, PT Sankawangi, PT Sukses Tani Nusasubur dan PT Suryaraya Bahtera telah dilepas ke PT Astra Agro Lestari Tbk. Walau, akhirnya, hanya 4 perusahaan yang masih aktif sekarang, yaitu PT Catur Reksadaya (dagang), PT Djambi Waras (perkebunan karet), PT Purna Carmatama (sepatu olahraga) dan PT Brahma Binabakti (crumb rubber).

Porsi setiap perusahaan yang relatif kecil, atau hanya sekitar beberapa persen dari aset tidak menyurutkan keuntungan dari Theodore. Hal ini justru sangat menguntungkan, dan secara langsung merubahnya menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia. Dia sekarang bukan hanya seorang entrepreneur tetapi juga investor jadi kesatuan. Dengan minoritas kepemilikan, dikala krisis datang, ia dapat menyelamatkan keuangannya dari krisis. Lain hal dengan pendapatan, ia mendapatkan keuntungan besar dengan tumbuhnya perusahaan. Apa lagi, Theodore Rachmat memiliki kemampuan menejarial serta kepemimpian terbukti dari pengalamannya di Group Astra.

0 comments:

Post a Comment