Showing posts with label Televisi. Show all posts
Showing posts with label Televisi. Show all posts

Si Anak Singkong Mendirikan Kerajaan Bisnis dari Nol


Profil Chairul Tanjung pemilik Trans TV dan Trans Studio

Mamulai bisnis memang tergantung dari kerja keras anda, tetapi faktor lain akan mengikuti seperti luck. Beberapa orang juga menyebut jaringan sebagai faktor lain. Ya, Chairul Tanjung memiliki kerja keras, luck, dan jaringan. Lahir di Jakarta, 16 Juni 1962, Chairul lahir dari keluarga yang cukup berada tetapi menjunjung tinggi sifat kerja keras. Ayahnya, A.G.Tanjung merupakan mantan wartawan pada era Orde Lama dan memiliki usaha surat kabar berpolah kecil.

Dia memiliki darah Batak Sibolga sedangkan istrinya, Halimah berdarah sunda. Di Orde Baru, usaha surat kabar tersebut manjadi target pembredelan dan akhirnya harus tutup. Ini membuat ekonomi keluarga Chairul mengalami keterpurukan. Kedaan ini membuat orang tuanya harus menjual rumah dan tinggal di rumah yang kecil. Dari sini, hidupnya berubah dan menjadi lebih termotivasi untuk terjun ke dunia bisnis.

Chairul Tanjung membuat perusahaan pertamanya dengan nama PT. Pariarti Shindutama bersama tiga temannya. Mereka menggunakan modal Rp150 juta dengan bantuan Bank Exim. Usahanya meliputi pabrik pembuatan sepatu anak  untuk diekspor ke luar negeri. Keberuntungan berpihak kepadan usahnya ketika mendapat pesanan hingga sebanyak 160 pasang dari Italia. Tatapi karena perbedaan visi tentang ekspansi, Chairul terpaksa meninggalkan perusahaannya tersebut.

Bukti kemampuanya membangun jaringan terlihat selepas keluar dari perusahaannya sendiri. Dia berhasil membuat beberapa usaha baru dibidang keuangan, properti, dan multimedia. Dia juga berhasil mengakuisisi Bank Karman menjadi Bank Mega. Dia menyebut usahanya sebagai Para Group (CT Corp). Perusahaan tersebut memiliki usaha utama Para Inti Holding dan membuat beberapa sub- usaha, seperti Para Global Invesindo (keuangan), Para Inti Invesindo (media dan investasi) dan terakhir Para Inti Propertindo (properti).

Para Group kemudian masuk ke bisnis televisi melalui Trans Corp. PT. Trans Corporation (Trans Corp), merupakan anak usaha CT Corp. Perusahaan ini memiliki bidang usaha dibidang media, gaya, dan hiburan. Awalnya, perusahaan hanya ingin menjembatani hubungan antara TransTV yang merupakan setasiun televisi baru dengan setasiun televisi yang baru diambil alih. Itu iyalah Trans7, atau Tv7 yang dulunya dimiliki oleh Kelompok Kompas Gramedia. Usaha lainnya, Trans Corp membangun beberapa studio yang terintegrasi dengan taman bermain Trans Studio.

Lainnya, CT Corpora peruahaan milik Chairul Tanjung dikabarkan mengakuisisi 80 persen saham PT. Indonusa Telemedia milik PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Akusisi tersebut menyangkut upaya memiliki usaha televisi berbayar untuk Telkomvision, ini membuat CT. Corpora akan berbagi dengan Telkom sebagai pemilik Telkomvision. Kesepakatan tersebut diperkiran memiliki nilai USD $100 juta dengan keuntungan sebelumnya oleh Telkom sebanyak USD $41,13 juta.

Aburizal Bakrie dari Viva hingga BUMI


Profil Aburizal Bakrie, perjalanan bisnis Bakrie&Brothers group yang terjal

Aburizal Bakrie lahir di Jakarta, 15 November 1946, dia yang sering dipanggil Ical merupakan direktur utama kelompok bisnis Bakrie. Ical memulai semuanya dari arah yang berbeda, ia adalah lulusan Fakultas Elektro ITB di tahun 1973 tetapi memilih berbisnis melanjutkan usaha ayahnya. Dia fokus mengembangkan usaha keluarganya Bakrie&Brothers group, sebuah perusahaan yang bekerja di banyak hal. Ical juga aktif dalam memajukan bisnis Indonesia. Dia merupakan mantan ketua KADIN atau Kamar Dagang Indonesia (1994- 2004) selama dua periode, serta sebagai Mentri Kordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (2004- 2009).

Bagaimana sepak terjang bisnisnya? Lahir sebagai anak seorang pengusaha bukanlah perkara mudah. Ini dilihat bagaimana dia berusaha untuk mencapai posisinya sekarang. Ical harus mempertahankan group usaha Bakrie ketika krisis moneter hingga masalah politik dan hukum. Beberapa orang pengamat bahkan menyatakan ada dua hal mengenai Ical dan Bakrie&Brothers untuk disimak. Pertama, mereka mujur karena komoditas yang melonjak naik, dan kedua menganai  serbuan investor global di saat pasca reformasi. Tetapi, kami tidak berpikir begitu.

Bakrie&Brothers bergerak pada waktu yang tepat, dan mereka memilih hal yang tepat. Mereka bergerak dibidang bahan mentah ketika harga melonjak tajam. Hanya dalam setahun, keluarga Bakrie berhasil menaikan nilai kekayaan hingga $5,2 milyar. Aburizal Bakrie dan keluarga sekaligus menggusur nama terkenal lain seperti Sukanto Tanoto bos Group Raja Garuda Mas.

Tak ayal, Bakrie&Brothers berhasil membeli saham untuk BUMI senilai 40%. Mereka juga mendirikan usaha baru seperti PT. Bakrieland Development, PT. Bakrie Sumatra Plantation, PT. Bakrie&Brothers, dan PT. Bakrie Telecom. Sekarang jika dicermati perusahaan Bakrie telah menguasai segala bidang dari infrastruktur, jaringan pipa, bahan bangunan, otomotif, dan batu bara.

Lainnya, Ical melalui anaknya, Anindya Bakrie berhasil memasuki ranah media dan berhadapan langsung dengan kompetitor besar seperi Chairul Tanjung. Anindya berhasil menggerakan bisnisnya sendiri dengan sejumlah perusahaan besar di bidang telekomunikasi dan media. Dia merupakan presiden Bakrie Telecom dan Visi Media Asia yang membawahi ANTV dan TvOne. Di dunia maya, Visi Media Asia meluncurkan Vivanews yang kemudian berubah menjadi Viva.co.id.

Tidak mudah menjadi pengusaha, kami tau hal tersebut dan melihat beberapa masalah yang menyertai Ical dan bisnisnya. Sebut saja masalah BUMI yang menyeretnya bersengketa hingga akan masuk ranah hukum. Nathaniel Rothschild yang merupakan penerus dinasti Rothschild berhadapan langsung dengan Aburizal Bakrie sebagai mantan patner bisnisnya. Keduanya ngotot mengenai BUMI Plc, sebuah perusahaan yang menguasai pertambangan Indonesia. Ical menggagalkan rencana Rothschild untuk mengganti direksi dengan kekuasaanya. Bersama dengan pemegang saham lainnya, Ical berhasil menang akan hal ini. 

"Rothschild dikalahkan oleh pemegang saham BUMI Plc. Bakrie meraih kemenangan besar mengembalikan fungsi pemegang saham," Christopher Fong, juru bicara group Bakrie.

Analisis dari Maybank menyebut group Bakrie mengantongi sejumlah 30 hingga 40 persen total hal suara. Yaitu Bakrie dan Borneo 30 persen,  Flaming Luck untuk 1,7 persen, Avenue Capital 7,6 persen, Agryle Street Management 4,2 persen dan terakhir dari Stand Life yang sebelumnya membelot  2,1 persen. Disisi lain, Rothschild menang hanya untuk 14, 8 persen sehingga sisanya dianggap absen.  

Kegiatan Sosial Hary Tanoesoedibjo dan Bisnisnya



Profil Hary Tanoesoedibjo Si Raja Multimedia

Lahir di Surabaya 26 September 1965, Hary Tanoesoedibjo memulai berbisnis dengan matang dan terencana. Mengambil gelar Master of Business Administration di Carleton University, Hary masuk kedalam bisnis multimedia, dan kala itu PT. Bimantara Citra Tbk menjadi sesarannya. Perusahaan yang didirikan oleh mantan Presiden Bambang Trihatmojo merupakan langkah besarnya masuk ke bisnis televisi. Ini tidak salah dengan Bhakti Investama, ia mangakuisisi PT. Bimantara Citra untuk menjadi pemilik jaringan TV swasta.

Hary membuat gerakan capat menyelamatkan PT. Bimantara Citra yang saat itu menderitak kerugian hingga hampir bangkrut. Kami menyebutnya sebagai intuisi bisnis dan didukung timing yang tepat. Tidak semuanya mudah, dia melalui Bhakti Investama merupakan perusahaan finansial harus masuk sebagai pemilik beberapa saham Bimantara Citra harus meyakinkan akuisi. Alhasil, Bhakti Investama memiliki saham terbanyak dan mengakuisi Bimantara Citra kemudian sekarang dikenal sebagai Global Medicom. Dan, secara tidak langsung mengangkat Hary Tanoesoedibjo menjadi presiden direktur dan pamegang mayoritas saham milik Global Mediacom. 

Mengusung ambisinya untuk menjadi jawara media, PT. Bimantara Citra merubah nama perusahaannya menjadi Global Mediacom, dan menjadi perusahaan multimedia. Secara resmianya, Global Mediacom telah membawahi beberapa stasiun televisi seperti RCTI, Global TV, serta TPI (sekarang benama MNCTV). Global Mediacom dibawah tangan Hary membentangkan proyek bisnisnya menembus layar televisi.

Pada 2005, perusahaan ini mendirikan beberapa usaha baru seperti Radio Dangdut TPI (sekarang Radio Dangdut Indonesia), Global Radio (Radio ARH), dan Women Radion (sekarang bernama V Radio). Lainnya, Global Mediacom juga menjadi pemilik majalah TRUST (Sindo Weekly), Tabloid Genie, Ralita, Gennie, dan Kiddy. Yang terkahir, perusahaan ini mulai masuk ranah dunia maya dengan Okezone.com

Di sosial, Hary aktif sebagai bendahara Komite Olahraga Nasioanal Indonesia (KONI). Ia berulang kali menjadi pembicara di berbagai seminar hingga menjadi dosen tamu. Di awal 2013, Hary membentuk Perindo sebagai wadah sosialnya. Apa itu Perindo? kami mencoba mencari tau. Di situs resminya, Perindo menyebut dirinya sabagai persatuan indonesia. Sebuah gerakan untuk menyatukan orang- orang untuk kemajuan bangsa. Gerakannya tidak hanya terfokus mengenai membangun infrastruktur, Perindo juga akan memberikan kredit ringan bagi petani.

Hary mengatakan sudah dari awal sebagai entrepreneur, dan menjadi tanggung jawabnya untuk konsisten. Ya, dia selalu disiplin terbukti salain menjadi direktur dari perusahaan multinasional, dia masih sempat menjalankan aktifitas sosial. "Saya dari dulu ingin menjadi entrepreneur, dan untuk tujuan tersebut dibutuhkan fokus dan disiplin" ujarnya. Kami mengutip bahwa kunci kesuksesannya barawal dari fokus. Kita harus tetap disiplin dan jangan pernah menyerah. Apakah anda juga begitu?

Kisah sukses raja multimedia India


Profil Subhash Chandra Goyal raja televisi India

Subhash Chandra Goyal memulai dari bisnis jual- beli beras di daerah Hishar, Haryana. Dia kemudian lahir kembali sebagai media baron. Bisnis lainnya meliputi kargo, taman hiburan, lotre, dan sinema multiplek. Dia juga founder dari zeetv.com. Di November 2009, dia mengambil alih menejeman dari Daily News and Analysis (DNA). Ini merupakan majalah terbaik ke 8 berbahasa Inggris dan merupakan salah satu majalah yang tumbuh pesat. Dia kemudian dianugrahi Emmy award di tahun 2011.

Awal perjalanan karir

Subhash Chandar lahir dari pasangan Nandkishore Goenka dan Tara Devi Geonka, 30 November 1950, di Adampur Madi. Dia dikenal Subhash Chandra, ketika memutuskan menghilangkan nama belakangnya ketika perubahan politik besar di India. Dia anak laki- laki tertua dari 7 bersaudara. Kenyataan hidup di India membuatnya memikul tanggung jawab bagi adik- adik perempuannya.

Dia dikenal dekat dengan dunia bisnis semenjak kecil. Dia yang pernah bersekolah di sekolah umum di Adampur Madi, memilih pindah mengikuti kakeknya berbisnis. Dia pindah ke CAV School di Hissar, dari sanalah, Jagannath Goenka, kakeknya menjadi guru besar hidupnya. Kakeknya mencontohkan cara bisnis keluarga bisa bertahan dan berjalan sampai saat itu.

Dia mempelajari tiga hal penting dari kakeknya. Ia tak bolah menyimpan rasa takut, selalu bertanggung jawab, serta tidak boleh lari dari sebuah kebenaran. Dia juga tidak diperbolehkan melanggar komitmen walau dimulut. Kakeknya merupakan sumber inspirasi hidup. "Jagannath Goenka University," ucap Chandra.

Kakeknya yang memiliki bisnis disekitar rumahnya mulai mengajak Chandra kecil berbisnis. Dari bisnisnya jual beli gabah, Chandra diharuskan mengikuti tiap petunjuk. Setiap hari Chandra harus ikut membantu mencatat dan menagih uang jual beli gabah. Dia setelah pulang sekolah harus membantu menulis puluhan nama klien serta buku keuangan. Itu adalah pelajaran paling pertama mengenai bisnis bagaimana mencatat dan menulis.

Jagannath berharap Chandra mampu menganalisa orang lain. Dia mengajarkan cucunya mengobservasi guna mencari tau motif orang lain. Ia harus tau dari bagaimana gerak- gerik mereka hingga menghasilkan sesuatu. Dia memerintahkan Chandra untuk menagih uang, sebuah pembelajaran nyali juga. Ini merupakan pelajaran yang paling berharga bagi kehidupan bisnis di masa mendatang.

Bisnis bangkrut 

Subhash Chandra memiliki bekal bisnis, tetapi memilih bermimpi sebagai seorang enginering. Ia pun segera mengambil kuliah jurusan mesin. Tapi, apa mau dikata, usaha keluarganya harus berubah menjadi bencana. Itu membawanya berpikir kembali mengenai kuliahnya dan cita- citanya. Bisnis miliki keluarga mengalami beberapa kali jatuh bangun sepanjang tahun 1967. Karena salah menejemen, perusahaan keluarganya akhirny bangkrut total dan berhenti berbisnis kapas.

The Adarsh Cotton Gining dan Oil Industry baru saja memulai jalanya harus jatuh ditahun pertama. Kegagalan strat- up membuat keluarga menderita kerugian besar tanpa uang kembali. Kakek Chandra, Jagannath dan partnernya,  Inder Prashad memutuskan berhenti berbisnis bersama. Meski, perusahaan masih memiliki aset 600.000 rupe, mereka memilih membagi adil ditambah 50.000 sebagai tambahan nilai.

Bukan yang terburuk, tetapi mereka masih memiliki hutang yang belum dibayar. Chandra memutuskan bergabung kembali, ia tidak lagi mengeluarkan uang untuk kuliah. Dia tidak pernah tunduk pada nasib buruk. Di 1979, Ia berhasil mengembalikan kejayaan perusahaan keluarga, merubah nama bisnisnya menjadi Essel Group.

Lahir dari kebangkrutan, itu bukanlah hal mudah baginya sebagai anak 17 tahun. Dia terdesak mencari jalan membangun kembali bisnis tanpa investasi apapun. Ia akhirnya menemukan Food Corporation of India (FCI), bekerja sebagai menejer di 1968-1969. Dari sini pula, masa balik baginya masuk ke korporasi lebih besar. Dia mengumpulkan daya upaya mengembalikan bisnisnya di bawah naungan Essel Group.

Dunia entertainment

Subhash Chandra meluncurkan Zee Telefilms Limited di Oktober 1992. Dia adalah orang pertama di India yang melihat peluang besar televisi satelit. Kala itu, pertelivisian dikuasai oleh Doordarshan, perusahaan pengendali siaran televisi. Itu karena Subhash banyak perusahaan lain masuk ke industri entertainment. Mereka mengikuti langkah ZeeTv sebagai pelopor televisi satelit.

Di 1995, ia membangun Siticable sistem setelah meluncurkan Zee Tv. Siti Cable merupakan Multi System Operation terbesar di India. Perusahaan fokus pengembangan jaringan tv kabel, broadband internet, serta televisis lokal. Jika dihitung, Chandra menguasai tv satelit melalui Zee Tv, kemudian jaringan tv kabel dari SITI Cable.

Tahun 1995, Zee Telefilms Limitid, yang kemudian berubah Zee Entertainment Enterprise, meluncurkan dua channel baru yaitu Zee News dan Zee Cinema. Chandra sebagai direktur utama memutuskan melakukan joint venture dengan  News Corp. Di 2000, ia membawa Zee Tv sebagai tv kabel serta tv internet pertama di India. Di 2003, Zee Tv resmi beroperasi melalui Direct to Home servis.

Zee Entertainment Enterprises menjelma menjadi perusahaan entertainment terbesar ke dua di India. Memiliki kantor di Mumbai, Maharashtra, Zee Entertainment memiliki lebih dari 670+ juta pengguna dari 168 negara. Ini mengukuhkan Subhash Chandra Gaol sebagai 'raja' multimedia di India.