Bisnis Rajawali Group Bertahan dari Orde Baru hingga Reformasi


Profi Peter Sondakh memulai bisnis properti hingga tambang

Banyak entrepreneur indonesia memilih properti dan tambang sebagai landasan. Seperti Peter Sondakh, beralih dari properti yang saat krisis moneter mengalami kelesuan ke batu bara di era reformsi. Ini bukan tanpa perhitungan, Peter Sondakh melalui PT. Golden Eagle Energy nya berhasil  masuk industri bahan tambang. Ia menjadi orang terkaya nomor 8 versi Forbes, total kekayaanya sekitar Rp. 24, 7 triliun. Ia adalah CEO Rajawali Group, perusahaan yang berjaya dari masa orde baru dan reformasi.

Pada tahun 1954, ayahnya merupakan landasan dasar baginya masuk menjadi pebisnis besar. Ayahnya merupakan contoh dari seorang penjual minyak kelapa dan pengekspor kayu ulung. Peter yang berumur 22 tahun, kemudian mengambil alhi usahnya dan mendirikan PT. Rajawali Corporation. Melalui Rajawali Corporation, ia memulai bisnis properti sebagai perluasan usaha. Hasilnya? cukup untuk mulai masuk ke dunia korporasi besar. Berkat keahlian berkomunikasi dan pengalaman berbisnis; tahun 1984, Peter menggandeng Bambang Trihatmodjo untuk memperluas bisnis. Mereka bersama- sama membangun Grand Hyatt hingga stasiun televisi swasta pertama di Indonesia, RCTI.

Rajawali Group berhasil membangun bisnisnya melalui kepemilikan saham perusahaan- perusahaan besar dan bekerja sama dengan korporasi besar. PT. Rajawali memiliki kepemilikan saham PT. Semen Gresik, RCTI, dan PT. Bentoel. Yang menarik meski Bentoel mengalami kebuntuan, ia masih melihat rokok sangat menarik dan menguntungan. Akhirnya, Bentoel dapat survive sampa sekarang dengan baik. Selain itu, Peter melalui Rajawali getol melakukan jual beli perusahaan atau kepemilikan saham. Dia sering disebut sebagai investor dari pada pebisnis.

Melalui Rajawali, ia membangun kemitraan untuk mengembangakan Hyatt Hotel dan Novotel Sheraton menjadi jaringan hotel bintang lima. Pada tahun 2009, perusahaan mengakuisisi jaringan hotel berbintang lima lain di luar Indonesia. Ini peluang besar dengan Surfers Paradise Resort Hotel Pty. lmtd dari Australia. Perusahaan tersebut merupakan jaring hotel di Australia yang baru- baru ini membangun St. Regis Resort di Bali.

Peter merupakan sosok yang menarik dengan sepak terjangnya. Kita tidak pernah tau, bagaimana dia melihat suatu bisnis sepenuhnya. Apakah dia seorang penjual atau pembeli? terbukti, dari Rajawali Group, kita tidak hanya akan mendengar bisnis properti, pertambangan, atau perkebunan, tetapi bisnis lain yang memang memiliki masanya. Ia bahkan masuk wilayah pariwisata dantelevisi, walau akhirnya rela melepaskan RCTI. PT. Rajawali Corporation (RC) merupakan perusahaan holding bukan perusahaan jasa atau barang. Perusahaan yang condong di permodalan dan  melakukan investasi; dari air minum, perhotelan, ritel, farmasi, pariwisata hingga transportasi.

Rajawali memiliki caranya untuk selalu bertahan. Meski krismon, Peter mampu bertahan dengan serangkaian divestasi (melepas saham kepemilikan). Pada 2005, dia melepas saham atas Exelcomindo yang sebenarnya bagian dari Telekom Malaysia Group sebanyak 27,3%. Langkah selanjutnya, Rajawali melepas saham untuk 15, 97% atau senilai US$.438 juta untuk dana segar. Dana tersebut digunakan kembali untuk investasi 24, 9% di PT. Semen Gresik. Saham di PT. Semen Gresik membuat Rajawali semakin kokoh di tahun- tahun selanjutnya. Pemerintah yang terus menggenjot proyek pembangunan infrastrukur dan dari sanalah semua dimaksudkan; PT. Rajawali Group akan ikut ambil bagian dari kue keuntungan pembangunan.

Lainnya, tahun 2006, Rajawali sudah masuk ranah sawit bahkan sebelum melepas saham Exelcomindo. Ia melalui Rajawali, berhasil membeli saham PT. Jaya Mandiri Sukses Group dan memulai bisnis sawit kerika bagus bagusnya. Rajawali memiliki saham di perusahaan tersebut dan menikmati harga kelapa sawit yang kala itu masih tinggi. Masuk di pertambangan, Rajawali memilih group usaha PT. International Prima Coal di 2007. Satu tahun kemudian, Rajawali melompat dari Kalimantan ke Papua. Perusahaan Rajawali masuk ke PT. Tandan Sawit Papua. Rajawali membuka 26.300 hektar kebun kelapa sawit di tanah Papua.

Yang lebih heboh, Rajawali melepas saham PT. Bentoel yang dimilikinya dari awal usaha. Mungkin, Rajawali melihat ketatnya kompetisi. Perusahaan menjual saham senila nilai Rp.3,35 triliun kepada British American Tobacco (BAT). "Kami ingin memfokuskan pada bidang properti, pertambangan, dan perkebunan," ujar Darjoto Setyawan, Direktur Pengelola Pengembangan Bisnis Rajawali Group. Dengan ketiga pilar tersebut, Rajawali ingin kembali ke awal. Tatapi apakah benar? melihat gerakan Peter Sondakh yang cemerlang, kami ragu telur akan dibatasi. Tetap saja, telur tidak akan dibagi hanya beberapa keranjang. 

0 comments:

Post a Comment