Showing posts with label Bimbel. Show all posts
Showing posts with label Bimbel. Show all posts

Perjalanan Purdi E. Chandra dari Kesuksesan hingga Kegagalan


Profil Purdi E. Chandra pendiri bimbingan belajar Primagama

Ketika bisnisnya berjalan, Purdi tercatat sebagai mahasiswa dari dua universitas yang berbeda. Dia adalah sosok yang cerdas, hingga berhasil masuk di empat fakultas berbeda. Ia yang kala itu masih aktif kuliah, akhirnya memilih berhenti. Alasanya? dia tidak menemukan apa- apa dari pendidikan yang monoton. Dia merasa bisnisnya lebih berarti. Dengan beberapa teman, Purdi kala itu membangun sebuah bimbel dengan biaya 50 ribu per- anak.

Sosok yang lahir di Lampung, 9 September 1959, dikenal dengan bisnis resminya yaitu Primagama. Dimulai 10 Meret 1982, Primagama didirikan olehnya dan teman- temannya. Lembaga yang sebelumnya bernama Lembaga Bimbingan Tes Primagama, yang kemudian menjadi bimbingan belajar. Primagama berhasil masuk rekor MURI sebagai bimbel dengan 181 cabang di 96 kota dengan 100 ribu siswa tiap tahun.

Ibunya, Siti Wasingah, dan ayahnya, Mujiyono, merestuinya untuk pergi merantau dengan modal nekat. Ya, Purdi yakin dengan merantau akan membantunya belajar. Ia mulai sedikit demi sedikit berubah dan menjadi tahan banting. Dia menjelma menjadi entrepreneur yang tangguh. Bukan suatu kebetulan, Purdi berubah menjadi seorang yang berani mengambil resiko hingga drop- out. Dia melihat antusias para siswa yang ingin masuk UGM, dari situlah Primagam fokus dengan test masuk. Konsep tersebut berubah sejalan waktu dan akhirnya berubah manjadi sebuah waralaba.

Ia hanya bermodal penjualan motor sebesar 300.000. Saat itu, Primagama hanya memiliki dua orang murid, itupun tetangga. Biaya les hanya dipatok 50 ribu dua bulan. Jika tidak ada les di Primagama, maka uangnya akan dikembalikan. Dari sinilah, konsep awal bagaimana Primagama begitu lari- manis. Di tahun 2013, PT. Primagama Bimbingan Belajar menyatakan Purdi pailit atas nama pribadi. Maksudnya? Primagama masih berjalan di bawah perusahaan tersebut. Saat ini, PT. Primagama memiliki kontrak waralaba untuk 225 kabupaten/kota.

Bagaimana dengan Purdi? Purdi E. Chandra memiliki masalah dengan PT. Bank BNI Syariah. Ia dijatuhi pailit setalah gagal di hukum. Dia memiliki tanggungan hutang dengan Bank BNI Syariah. Apa yang bisa kita pelajari? Ia memang benar, modal nekat bisa menjadi kekuatan tersendiri tetapi menjauhi masalah pribadi lebih baik. Kita tidak perlu berhutang jika tidak sanggup mengembalikan. Hutanglah dangan bijak dan untuk bisnis kita; bukan konsumsi.

Sukses Usaha Pendidikan SSC, Berawal dari Pengalaman



Sony Sugema sukses usaha bimbel sukses dengan metode mengajar SSC

Bisnis pendidikan bak rumput ditepi sungai, mereka mencoba mencari celah untuk menjadi entrepreneur dan pebisnis pendidikan. Beberapa, mereka memilih berbondong- bondong dengan modal "nekat" maju hingga gagal. Tak jarang mereka harus menerima kenyataan pahit bahwa bisnisnya mengalami stuck (berhenti.red). Ya, pamain di bisnis pendidikan mulai menjamur seperti halnya bisnis makanan. Mereka para entrepreneur mencoba memberikan pelayanan pendidikan terbaik.

Sony Sugema merupakan contoh pebisnis ulung di bidang pendidikan. Pria lulusan SMA Negeri Bandung, memulai semuanya hanya dari les privat. Dia memberikan les untuk setiap teman- temanya denga biaya Rp. 5000. Dan, uang tersebut merupakan bekalnya mengetahui seluk beluk mendidik. Setelah lulus kuliah di ITB, Sony memilih untuk melanjutkan apa yang telah dimulai bukan mencari pekerjaan. Pada tahun 1990, Sony secara resmi membuka lembaga pendidikan pertamanya. Dengan Rp.1,5 juta, Sony hanya menyewa sebuah ruangan belajar serta membayar mentor untuk mengajar. 

Pada awalnya, bisnis Sony tidak berjalan baik seperti halnya bisnis lain. Tetapi, ia memilih untuk tetap fokus berbisnis dan memberikan bimbingan insentif ujian masuk perguruan tinggi. Dia berbekal pengalaman masuk ke ITB, jurusan mesin, Sony memberika solusi yang nyata tanpa memberikan harapan. Sony sadar betul perlu sebuah metode khusus untuk membantu siswa. Ia menganggap setiap siswa memiliki kesulitannya masing masing.

Sony mengembangkan metode fastest solution dan learning is fun. Dia menciptakan SSC, sebuah lembaga pendidikan yang terjamin kualitasnya. SSC mencoba tampil terdepan sebagai binis pendidikan sebagai permulaan. Mereka menggunakan metode untuk membantu siswa menyelesaikan soal dengan mudah dan bersemangat. Keberhasilan SSC terbukti dengan suksesnya pera siswa di pendidikannya. Dari mulut ke mulut, SSC berubah menjadi lambaga yang dipercaya, handal, dan profesional.

Akhir tahun 1991, Sony bertekat mengembangkan bisnis melalui cabang di Jakarta. Moment tersebutlah yang merubah SSC sepenuhnya. SSC berhasil menunjukan bahwa mereka entrepreneur sejati melalui metodenya. Mereka berhasil memasuki Jakarta, SSC semakin diperhitungkan untuk masuk ke wilayah lain. Tak ayal, dua puluh tahu berlalu, Sony Sugema dan SSC berhasil membangun empat perusahaan dibidang pendidikan

Apa yang kita pelajari? ekspansi bukanlah hal yang tabu, selama hal tersebut membantu orang banyak. Coba bayangkan berapa masyarakat terbantu dan mendapat pekerjaan. Tetapi perlu diingat, bisnis pendidikan memiliki resiko tersendiri jika entrepreneur tidak membangun metodenya. Entrepreneur harus juga berani bertanggung jawab atas gagalnya murid bukan soal omset puluhan juta rupiah.

Ide Bisnis dari Si Kecil Berbuah Manis

Kisah sukses waralaba TK Islam Ismi oleh Senita Jaya

Berawal dari diri susahnya mencari sekolah untuk si kecil. Dia merasakan betul susahnya masuk TK saat itu. Alasannya simple, anak Senita terlalu kecil untuk memulai TK. Tidak mau terus kecewa, ia memilih memulai sekolahnya sendiri. Senita membuka bisnis pendidikan pertamanya.

Hampir lelah mencari sekolah untuk anaknya kesana kemari. Senita justru menemukan jalannya dari sebuah brosur di pintu angkot yang ditumpanginya. Sebuah brosur tentang TK Islami, dan ketika dia mendatangi tempat tersebut; itu tidak lebih dari sebuah halaman yang disulap menjadi taman kanak- kanak. TK Islami tersebut dibangun di pekarangan sebuah rumah sebagai bisnis rumahan. Maski kurang fasilitas, sekolah tersebut menyampaikan program yang baik dan Sanita bisa menerima anaknya di sana.

Ini seperti kilatan, Senita tau betul bagaimana sebuah pendidikan informal butuh biaya besar. Ternyata, dia menemukan pendidikan bisa menjadi usaha yang menjanjikan. Dia harus memulai bisnis tersebut, itung- itung membantu orang tua dan anaknya yang dibawah umur. Sejak 2005, dia mulai mecicil modal usaha untuk membangun taman bermain. Dia selalu menyisikan uang yang diberikan suaminya sebagai belanja. Lambat laun sebuah sekolah mulai tercipta dengan biayanya sendiri walau baru kursi, meja, dan mainan anak- anak.

Meski kedua orang tuanya melihat bisnis ini tidak akan berjalan. Dia tetap meneruskan dengan bermodal halaman depan rumah orang tuanya. "Tak selalu diterima, brosur saya seringa ditolak mentah- mentah. Walau begitu saya tetap semangat," ingatnya di awal bisnis. Lambat laun, persepsi positif tumbuh dan jumlah murid Senita mencapai 185 murid untuk sekolah yang ia dirikan. Dia mengakui untuk semuanya butuh uang dan kerja keras. Dia mengaku awalnya biaya masuk  untuk belajar hanya sebesar Rp.600- 800 ribu bagi murid Play Group dan TK dengan SPP Rp.75.000.

Saat ini, Sanita menerapkan biaya yang lebih tinggi dengan uang masuk Rp.2,4 juta untuk TK, dan untuk PG sebesar Rp.2,2 juta. Sedangkan SPP, TK dikenakan biaya Rp.200 ribu dan PG sebesar $175 ribu. Apa tidak terlalu mahal? tentu tidak, Sanita harus benar- benar memilih guru yang tepat serta program yang mumpuni. Dia dibantu oleh 23 guru yang sebelumnya hanya sendiri mengembangkan bisnisnya ke level lebih tinggi. Bagaimana dengan tempat? Sanita tetap mempertahankan rumah orang tuanya dengan fasilitas yang lebih baik. Lainnya, dia sudah memiliki beberapa cabang resmi di beberapa kota. 

"Saya sempat usaha jagung manis, tetapi tidak saya lanjutkan. Saya memilih lebih fokus untuk bisnis PG dan TK. Ini juga saya merencanakan sekolah alam. Mereka akan bermain dan berlajar dengan alam."

Sebelum jagung manis, Senita mengaku ada usaha lain tetapi gagal. Dia pernah menjual obat herbal hingga kerudung. Sejak kuliah di Fakultas Pertanian Unmul, dia hobi untuk membuat pakain islami. Dia mengaku semuaya terjadi tiba- tiba kerena di memang menginginkan sekolah bagi anaknya. Senita Jaya mengaku sekolahnya mengantongi omset puluhan juta perbulan.

Bisnis memang seharusnya berawal dari apa yang kita pikirkan, inginkan, dan temukan.

Hamzah Izzulhaq (19 tahun): Bimbel dan Sofabed

Bagaimana Dari Sebuah Seminar dan Bisnis Bimbel Senilai 730 juta

Kali ini sedikit berbeda, kita akan membahas seorang pemuda asli Indonesia bernama Hamzah Izzulhaq, pemuda kelahiran 26 April 1993. Hamzah, kita sebut namanya begitu, dia termasuk dalam entrepreneur muda yang menarik perhatian kami karena sikapnya yang easy going. Dan kisahnya yang sudah dikenal di penjuru Indonesia melalui acara televisi.

Anda akan mudah mengenal Hamzah dan kami yakin itu. Dengan gaya bicaranya yang lugas dan mudah akrab; Hamzah mampu meyakinkan kami sebagai seorang pengambil resiko dan mampu bekerja sama. Ya, Hamzah adalah seseorang yang benar benar berani mengambil kegagalan diawal. Dengan kemampunya ini, Hamzah berhasil mebuka 44 cabang bimbel dan sebuah bisnis sofabed di Tangerang.

Dimulai dari tahun 2004, sebuah seminar membuka mata Hamzah mengenai bagaimana sebuh bisnis bimbel seharusnya bekerja dan arti dari sebuah panggilan. Hamzah termasuk tipe orang yang berani mencoba tanpa harus ada embel embel passion tetapi dia benar benar selalau merasa "apa yang dilakukanya adalah passionya". Dari seminar ini dia benar benar menginginkan bimbelnya sendiri. Tak ayal, dangan pasti dia meminjam uang 70 juta dari ayahnya tanpa ragu untuk sebuah bisnis. Dengan berani, Hamzah meyakinkan ayah dan ibunya ini benar merupakan jalan kesuksesannya. Hamzah langsung menghubungi pembicara seminar untuk lebih lanjuta. Dan, ia menerima bimbelnya sejak hari itu hingga sekarang menjadi 44 cabang.

Hamzah mengambil alih system dan semua pengajar. Ini tantangan tersendiri, berbeda dengan memulai dari nol. Jika ia benar benar tidak belajar sudah dipastikan bimbel ini akan rutuh tetapi jika berhasil akan terlihat hasilnya dengan capat.  Ia diibaratkan seperti pembelian sebuah perusahaan yang masih berjalan bukan sebaliknya. Hamzah tau ini karena dia mempelajarinya bahwa ia harus tahu bagaimana menjaga kualitas. Dengan kemampuan menganalisanya dan tanpa rasa takut akan kerugian. Hamzah berhasil mengembangkan usaha bimbel hingga 44 cabang. Barapa yang dia dapat? 730 juta pertahun, sebuah nilai yang sangat tinggi untuk pemuda 19 tahun.

Tidak puas dengan hanya bimbel, Hamzah merambah dunai sofabed dari mengambil alih usaha orang lain. Sebuah cara yang hampir sama dengan bimbelnya. Tetapi, hal tersebut menjadi sedikit berbeda dengan "dia mengambil alih sebuah kegagalan". Dengan pengalamannya mengelola bimbel, ia memiliki kepercayaan tinggi untuk mengelolai usaha barunya. Tak ayal, dar bisnis sofabed berkembang dengan baik walau cukup tersendat. Kami hanya bisa bilang "wow" untuk Hamzah. Ini merupakan cara yang sama yang dilakukan oleh banyak entrepreneur di seluruh dunia; ambil alih, perbaiki dan kembangkan sebuah metode kuno.