Bisnis maskapai penerbangan ala Tracinda hingga bisnis hotel MGM Grand


Profile Kirk Kerkorian CEO Tracinda bisnis bukan hanya soal modal nekat

Kirk Kerkorian lahir di Fresno, California, pada 6 Juni 1917. Dia ikut kedua orang tuanya untuk bepergian menjadi imigran hingga ke Armenians. Lahir dari pasangan Ahron dan Lily Kerkorian, Kirk sudah bekerja sedari kecil walau sebagai anak termuda, dan masalah ekonomi merupakan masalah keseharian. Kirk adalah pekerja keras terbukti memilih drop- out untuk bekerja. Ia melakukannya bahkan ketika masih duduk di bangku SMP. Hidupnya adalah jalanan, hidup dengan berkelahi untuk bertahan hidup.


"Jika anda adalah seorang pekerja berarti menyiapkan hidup lebih awal. Di kasusku, kala itu, saya masih sembilan tahun ketika harus bekerja dan harus membawa uang ke rumah setiap harinya," ia bercerita di sebuah sesi wawancara. Sebuah wawancara yang langka, ia bercerita bagaimana hidupnya yang susah, menjadi atlit, hingga bisnis.

Ayahnya, Ahron Kerkorian, seorang petani semangka dan kismis. Ia hanya tau bagaimana membesarkan buahnya bukan bisnisnya. Akibatnya, tahun 1921, Ahron harus rela melepaskan tanahnya di pegadaian. Krisis ekonomi membuat bank terpaksa mengambil tanah 1.000 acre nya. Ia harus menanggung kesulitan ekonomi hingga menjadi imigran merupakan solusi. Kirk kecil membantu keluarga dengan berjualan buah semangka hingga loper koran.  Ia berpindah dari satu kota, hingga negara lain.

Kehidupan jalanan membuatnya tau menganai kejamnya hidup tanpa kemampuan fisik. Di sisi lain, itu juga menumbuhkan mentalnya selain fisikinya. Dia berlatih tinju dengan kakaknya sebagai modal berjaga dan menghasilkan uang. Ia berlatih dengan kakanya, John, dan menjadi juara.  Dia memiliki rekor 33 menang dan 4 kalah, nama panggilannya "Rifle Right". Menjauh dari tinju, Krik mencari kesenangan lain. Dia tertarik dengan pesawat terbang. Hingga perang dunia ke 3, Kirk ikut serta mengalami pesawat yang dilihatnya bukanlah kesenangan.

Kembali ke Los Angles, Kirk memilih mengerjakan pesawat kecil dengan modal $5.000. Ia berharap bisa memberikan sedikit jasa penerbangan bukan peperangan. Bisnis tersebut mulia menyita perhatiannya. Bisnis pesawatnya tumbuh pesat, ia harus melayani penerbangan pribadi, Los Angles- Las Vegas. Kirk juga berjudi di kasino membuang uang dari kekalahan hingga kemenangan sepuluh ribu dollar. Dia menggunakan uangnya (hasil dari judi) untuk mengembangkan bisnis. Ia membeli sebuah perusahaan, Trans International Airlines (TIA), di 1947, sebuah perusahaan melayani pesawat sewaan dari Los Angles Air Service.

Dia bertemu dengan seorang penari di Las Vegas, Jean Maree Hardy, dan memiliki dua anak, Tracy dan Linda. Kedua anaknya merupakan nama untuk perusahaan holding Tracinda Corporation. Dari Tracinda, Kirk memulai bisnisnya sebagai entrepreneur hingga investor. Fokus mengurusi penerbangan, Kirk juga memilih bisnis lain dalam daftar investasinya.

Di tahun 1962, Kirk menjual TIA kepada the Automaker Studebaker sebesar satu juta dollar. Dari uang tersebut, ia membangun bisnis di Las Vegas dengan membeli 80 acre tanah. Di tahun 1965, dia membeli kembali TIA dan menawarkan saham untuk dijual melalui broker. Dia kemudian menyewakan tanahnya yang kemudian berubah menjadi Caesar's Place (nama hotel dan kasino besar) dan mengoleksi uang $4 juta, sebelum kemudian benar menjualnya untuk $5 juta lagi. Setelah saham TIA naik, dari $9,75 ke $32, ia pun menjual perusahaan tersebut lagi ke Transamerica Coporation, di tahun 1968, tetapi hasilnya bukan berupa uang. Kirk Kerkorian memilih dibayar melalui saham kepemilikan terhadapa Transamerica sebesar $85 juta.

Melalui waktu, Kirk berubah menjadi seorang entrepreneur hingga investor yang sukses. Dia merubah imaj urakan menjadi orang kelas atas. Bahkan, dia juga mulai mendekati bisnis intertainmen dengan studio film MGM. Meminjam uang $42 juta dari Bank Eropa, ia mencoba merebut MGM yang saat itu sahamnya naik hingga $650 juta. Hasilnya? di tahun 1973, Kirk membangun sebuah hotel dengan nama MGM Grand Hotel di Las Vegas.

Dia juga mendapatkan United Artist Studio dengan $380 juta sebagai bentuk investasi tetapi menjualnya ke pengusaha TV kabel, Ted Turner sebesar $1,5 miliar. Turner yang mendapat masalah keuangan di tahun 1980an, menjual kembali ke Kirk sebesar hanya $780 juta perusahaan United Artist Studio. Dia kemudian menjual kembali ke pengusaha Italia, Giancarlo Perretti sebesar $1,3 miliar di tahun 1990. Itu membuktikan benar bagaimana investasi dengan strategi.    

Bisnis Rajawali Group Bertahan dari Orde Baru hingga Reformasi


Profi Peter Sondakh memulai bisnis properti hingga tambang

Banyak entrepreneur indonesia memilih properti dan tambang sebagai landasan. Seperti Peter Sondakh, beralih dari properti yang saat krisis moneter mengalami kelesuan ke batu bara di era reformsi. Ini bukan tanpa perhitungan, Peter Sondakh melalui PT. Golden Eagle Energy nya berhasil  masuk industri bahan tambang. Ia menjadi orang terkaya nomor 8 versi Forbes, total kekayaanya sekitar Rp. 24, 7 triliun. Ia adalah CEO Rajawali Group, perusahaan yang berjaya dari masa orde baru dan reformasi.

Pada tahun 1954, ayahnya merupakan landasan dasar baginya masuk menjadi pebisnis besar. Ayahnya merupakan contoh dari seorang penjual minyak kelapa dan pengekspor kayu ulung. Peter yang berumur 22 tahun, kemudian mengambil alhi usahnya dan mendirikan PT. Rajawali Corporation. Melalui Rajawali Corporation, ia memulai bisnis properti sebagai perluasan usaha. Hasilnya? cukup untuk mulai masuk ke dunia korporasi besar. Berkat keahlian berkomunikasi dan pengalaman berbisnis; tahun 1984, Peter menggandeng Bambang Trihatmodjo untuk memperluas bisnis. Mereka bersama- sama membangun Grand Hyatt hingga stasiun televisi swasta pertama di Indonesia, RCTI.

Rajawali Group berhasil membangun bisnisnya melalui kepemilikan saham perusahaan- perusahaan besar dan bekerja sama dengan korporasi besar. PT. Rajawali memiliki kepemilikan saham PT. Semen Gresik, RCTI, dan PT. Bentoel. Yang menarik meski Bentoel mengalami kebuntuan, ia masih melihat rokok sangat menarik dan menguntungan. Akhirnya, Bentoel dapat survive sampa sekarang dengan baik. Selain itu, Peter melalui Rajawali getol melakukan jual beli perusahaan atau kepemilikan saham. Dia sering disebut sebagai investor dari pada pebisnis.

Melalui Rajawali, ia membangun kemitraan untuk mengembangakan Hyatt Hotel dan Novotel Sheraton menjadi jaringan hotel bintang lima. Pada tahun 2009, perusahaan mengakuisisi jaringan hotel berbintang lima lain di luar Indonesia. Ini peluang besar dengan Surfers Paradise Resort Hotel Pty. lmtd dari Australia. Perusahaan tersebut merupakan jaring hotel di Australia yang baru- baru ini membangun St. Regis Resort di Bali.

Peter merupakan sosok yang menarik dengan sepak terjangnya. Kita tidak pernah tau, bagaimana dia melihat suatu bisnis sepenuhnya. Apakah dia seorang penjual atau pembeli? terbukti, dari Rajawali Group, kita tidak hanya akan mendengar bisnis properti, pertambangan, atau perkebunan, tetapi bisnis lain yang memang memiliki masanya. Ia bahkan masuk wilayah pariwisata dantelevisi, walau akhirnya rela melepaskan RCTI. PT. Rajawali Corporation (RC) merupakan perusahaan holding bukan perusahaan jasa atau barang. Perusahaan yang condong di permodalan dan  melakukan investasi; dari air minum, perhotelan, ritel, farmasi, pariwisata hingga transportasi.

Rajawali memiliki caranya untuk selalu bertahan. Meski krismon, Peter mampu bertahan dengan serangkaian divestasi (melepas saham kepemilikan). Pada 2005, dia melepas saham atas Exelcomindo yang sebenarnya bagian dari Telekom Malaysia Group sebanyak 27,3%. Langkah selanjutnya, Rajawali melepas saham untuk 15, 97% atau senilai US$.438 juta untuk dana segar. Dana tersebut digunakan kembali untuk investasi 24, 9% di PT. Semen Gresik. Saham di PT. Semen Gresik membuat Rajawali semakin kokoh di tahun- tahun selanjutnya. Pemerintah yang terus menggenjot proyek pembangunan infrastrukur dan dari sanalah semua dimaksudkan; PT. Rajawali Group akan ikut ambil bagian dari kue keuntungan pembangunan.

Lainnya, tahun 2006, Rajawali sudah masuk ranah sawit bahkan sebelum melepas saham Exelcomindo. Ia melalui Rajawali, berhasil membeli saham PT. Jaya Mandiri Sukses Group dan memulai bisnis sawit kerika bagus bagusnya. Rajawali memiliki saham di perusahaan tersebut dan menikmati harga kelapa sawit yang kala itu masih tinggi. Masuk di pertambangan, Rajawali memilih group usaha PT. International Prima Coal di 2007. Satu tahun kemudian, Rajawali melompat dari Kalimantan ke Papua. Perusahaan Rajawali masuk ke PT. Tandan Sawit Papua. Rajawali membuka 26.300 hektar kebun kelapa sawit di tanah Papua.

Yang lebih heboh, Rajawali melepas saham PT. Bentoel yang dimilikinya dari awal usaha. Mungkin, Rajawali melihat ketatnya kompetisi. Perusahaan menjual saham senila nilai Rp.3,35 triliun kepada British American Tobacco (BAT). "Kami ingin memfokuskan pada bidang properti, pertambangan, dan perkebunan," ujar Darjoto Setyawan, Direktur Pengelola Pengembangan Bisnis Rajawali Group. Dengan ketiga pilar tersebut, Rajawali ingin kembali ke awal. Tatapi apakah benar? melihat gerakan Peter Sondakh yang cemerlang, kami ragu telur akan dibatasi. Tetap saja, telur tidak akan dibagi hanya beberapa keranjang. 

CEO Es Teler 77 Berbisnis Waralaba hingga Keluar Negeri


Kisah sukses Es Teler 77,  sebagai beberapa waralaba yang berhasil go international

Tidak banyak waralaba yang berhasil mempertahankan citranya, apalagi sampai keluar negeri. Sebut saja Es Teler 77, merek dagang yang didirikan oleh Sukyatno Nugroho atau Hoo Tjie Kiat mencoba membuat es teler. Dia terinspirasi menjadi entrepreneur dari ibu mertuanya, ibu Murniati Widjaja, yang menang lomba es teler. Ini bukanlah bisnis pertamanya, ia sebelumnya pernah memulai bisnis lain, seperti jual beli tanah, makelar SIM, pemborong bangunan dan bisnis salon. Hasilnya, ia harus merelakan semuanya gagal ditengah jalan.


Sukyatno benar- benar fokus dengan bisnis Es Teler 77. Ia sudah merasa cukup dengan semua kegagalan bisnis sebelumnya. Nama 77 diambil dengan alasan mudah dingat oleh pembeli. Sedangkan, Es Teler sendiri merupakan bisnis utamanya. Pilihan tersebut tepat, Dia memilih nama yang mudah diingat ditambah rasa yang memang enak. Pembeli berubah pelanggan, Es Teler 77 nya laris manis diterima semua lapisan masyarakat.

Dengan mulai dikenalnya Es Teler 77, pada tahun 2007, Sukyatno harus kembali ke Tuhan Yang Maha Esa. Melalui PT. Top Food Indonesia, Andrew Nugroho yang juga anak dari Sukyatno, memilih mengembangkan merek Es Teler 77 dan berhasil. Sekalipun bisnis waralaba mulai menggeliat, Andrew tetap fokus dengan branding. Ia mencoba mempertahankan kualitas produknya dengan beberapa inovasi. Es Teler 77 mulai memperkenalkan makanan pendamping, seperti gado- gado, rujak, mie kangkung, dan nasi gorung kangkung. Ia mengaku menu tradisional merupakan andalan dan sesuai dengan merek esnya. 

Disamping loyalitas yang ingin dijaga, Andrew melakukan branding dengan gerai- gerai baru. Ia bahkan menggunakan sistem membership. Sistem tersebut dinilai efektif dengan diskon untuk member. Fungsinya? pelanggan sulit beralih dari Es Teler 77. Kini, Es Teler 77 sudah memiliki lebih dari 180 gerai waralaba yang tersebar di seluruh Indonesia. Lainnya, Es Teler 77 sampai menuju keluar negeri hingga Singapura, Malaysia, dan Australia. Es Teler 77 juga sedang menarget pasar Arab Saudi, Jeddah, dan India.